Senin, 12 September 2016

Ditjen Dikdasmen Gelar Semiloka Literasi Sekolah

Surabaya (Dikdasmen): Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Ditjen Dikdasmen), menggelar Semiloka Literasi Sekolah di Hotel Swiss Belinn, Kota Surabaya mulai tanggal 24 s.d. 26 November 2015. Semiloka atau sarasehan di bidang literasi (melek baca, red) ini merupakan kegiatan yang diperuntukkan membangun sinergi antarpemangku kepentingan di bidang literasi. Demikian isi sambutan Sekretaris Ditjen Dikdasmen, Thamrin Kasman, yang dibacakan Yusuf dari Direktorat Pembinaan Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (Direktorat Pembinaan PKLK). Saat itu, Sekretaris Ditjen Dikdasmen berhalangan hadir.
Dalam sambutan itu, disampaikan bahwa pembangunan sinergi di bidang literasi dimulai dengan menghimpun masukan dan pengalaman sejumlah pemangku kepentingan terkait kegiatan literasi. Mereka berasal dari unsur pimpinan daerah, akademisi, institusi perbukuan, satuan pendidikan, dan praktisi. Masukan tersebut akan mejadi bahan penyempurnaan Panduan Umum dan Panduan Teknis Literasi Sekolah, yang sedang disusun oleh tim literasi dari Ditjen Dikdasmen.
Selanjutnya, tambah Yusuf, Semiloka ini akan dilanjutkan dengan diskusi panel dari instansi perbukuan seperti Perpustakaan Nasional, Perpustakaan Daerah Surabaya, Asosiasi Penerbit Buku, dan juga ada diskusi panel yang membahas praktik literasi Di Kota Bandung, Surabaya dan beberapa pembelajaran literasi dari negara lain.“Acara dimulai dengan kunjungan ke satuan pendidikan di sekitar Surabaya. Di sini tim literasi dari masing-masing direktorat menggali informasi lebih dalam mengenai beberapa hal seputar literasi yang telah dipraktekkan di sekolah. Setelah mendapatkan sejumlah masukan, tim berkumpul dan melakukan diskusi. Hasilnya sungguh luar biasa, karena satuan pendidikan di Kota Surabaya memiliki kemajuan di bidang literasi,” ujar Yusuf saat menyampaikan isi sambutan Sekretaris Ditjen Dikdasmen, Selasa sore (24/11)
Dalam Semiloka itu dihadiri Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Hamid Muhammad, Ketua IGI, Satria Dharma, Tim Penyusun Panduan Umum dan Petunjuk Teknis Literasi Sekolah dari Sekretariat Ditjen Dikdasmen, Direktorat Pembinaan SD, Direktorat Pembinaan SMP, Direktorat Pembinaan SMA, Direktorat Pembinaan SMK, dan Direktorat Pembinaan PKLK. Dalam kegiatan ini turut hadir pula akademisi dari UNY, Unesa, UNJ, dan ITB.*
M. Adib Minanurohim

Mengapa Perlu Gerakan Literasi Sekolah?

Penulis: Sofie Dewayani. Satgas Gerakan Literasi Sekolah (GLS), Ketua Yayasan Litara
IT takes a village to raise a child. Pepatah Afrika itu menegaskan tugas pengasuhan anak ialah tanggung jawab masyarakat.
Jauh sebelum sekolah melembaga dalam kultur Indonesia, keluarga besar, tetangga, dan lingkungan masyarakat terdekat ikut mengawasi pertumbuhan seorang anak.
Tradisi itu membuat halaman rumah menjadi tempat bermain bersama dan ruang pengasuhan komunal.
Namun, pada era modern ini, tanggung jawab pengasuhan bergeser ke keluarga inti dan sekolah. Ruang komunal merambah dan difasilitasi ranah daring.
Ini terlihat dari sinergi antarelemen masyarakat yang berlangsung dalam ruang chat, media sosial, dan terbentuknya komunitas-komunitas daring yang peduli pendidikan.
Kepedulian bersama ini seharusnya menguatkan peran sekolah sebagai lembaga pendidikan.
Penelitian Alan Barton (2003) membuktikan keterlibatan keluarga dan publik dalam mendukung sekolah mampu meningkatkan motivasi belajar anak, mempertahankan keajegan kehadiran siswa di sekolah, mengurangi tingkat drop out, dan meningkatkan prestasi akademik siswa.
Keberhasilan ini dialami siswa dari semua ras minoritas di sana sehingga partisipasi publik dalam pendidikan ditengarai mampu mengurangi kesenjangan pencapaian akademik antara mayoritas dan minoritas yang selalu menjadi momok pendidikan multikultural.
Penelitian ini juga menunjukkan dukungan publik dalam bentuk sumber daya untuk memfasilitasi kegiatan sekolah terbukti dapat meningkatkan kinerja sekolah dan motivasi belajar siswa.
Studi itu sangat kontekstual dengan kondisi pendidikan di Indonesia.
Banyak sekolah negeri berada di daerah terluar, daerah-daerah dengan akses terbatas pada infrastruktur publik, dan mengakomodasi siswa-siswa dari keluarga prasejahtera serta suku minoritas.
Fakta itu tentu tidak mengabaikan sekolah-sekolah negeri di kantung kemiskinan perkotaan dan daerah miskin lain yang masih berjibaku dengan kebutuhan mendasar, seperti ruang dan fasilitas belajar yang layak dan aman.
Dengan kompleksitas itu, gerakan literasi sekolah yang mengawal program membaca 15 menit setiap hari di sekolah terlihat seperti kebijakan yang utopis.
Bagaimana mungkin sekolah menyediakan ragam bacaan bagi guru dan siswa membaca setiap hari apabila sekolah masih berkutat dengan banyak permasalahan mendasar lainnya?
Data statistik menunjukkan hanya 5,7% sekolah di Indonesia–dari jenjang pendidikan dasar hingga sekolah menengah atas– yang memiliki perpustakaan.
Itu pun dengan kondisi yang bervariasi; dari kondisi ruangan yang kurang memadai, koleksi yang hanya terdiri atas buku-buku teks pelajaran, hingga tiadanya tenaga pengelola perpustakaan atau pustakawan.
Selain itu, penggunaan 5% dana bantuan operasional sekolah (BOS) masih berfokus pada pengadaan buku teks pelajaran dan bukan pada buku bacaan yang mampu menumbuhkan minat baca siswa.
Fenomena itu menunjukkan penguatan budaya literasi di sekolah bukan hanya menjadi tanggung jawab kepala sekolah dan guru, melainkan juga tanggung jawab seluruh elemen publik sebagai ‘pengasuh’ anak dalam ruang komunal.
Dukungan ini menjadi penting karena Indonesia tengah mengalami darurat literasi.
Minat baca siswa perlu ditumbuhkan agar mereka mencintai pengetahuan.
Kemampuan membaca siswa perlu ditingkatkan bukan hanya untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan siswa Indonesia yang terpuruk pada peringkat 64 dari 65 negara yang berpartisipasi dalam tes Programme of International Student Assessment (PISA); tapi juga untuk menjadikan siswa sebagai pembelajar sepanjang hayat.
Meningkatkan kemampuan literasi siswa menjadi cara yang efektif untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasional.
Dukungan publik
Pelibatan publik dalam gerakan literasi sekolah perlu menjadi bagian penting dari visi dan misi sekolah.
Praktik di banyak negara maju membuktikan reformasi pendidikan yang hanya mengintervensi siswa dan sekolah tidak akan berlanjut dalam jangka panjang.
Pelibatan publik dapat dilakukan melalui antara lain; program-program keayahbundaan (parenting), menyinergikan kegiatan belajar di sekolah dan di rumah, memperkuat komunikasi dan jejaring sekolah dengan pihak eksternal, menggalakkan program relawan, melibatkan elemen masyarakat dalam perencanaan kegiatan-kegiatan literasi sekolah, serta meningkatkan kolaborasi antarsekolah, alumni sekolah, dan komunitas pegiat literasi.
Program keayahbundaan bertujuan meningkatkan kapasitas orangtua sebagai figur teladan literasi.
Rumah perlu menjadi lingkungan yang literat dengan figur orangtua dan anggota keluarga yang suka membacakan cerita, bercerita, membaca, berdiskusi dengan anak, dan mendengarkan pendapat mereka.
Selain itu, kebijakan pelibatan keluarga dalam sekolah anak perlu mendapatkan dukungan melalui kebijakan-kebijakan yang ramah keluarga.
Misalnya, lembaga pemerintahan dan swasta perlu diimbau untuk memberikan izin khusus kepada orangtua yang bekerja untuk mengantar anak pada hari pertama tahun ajaran baru, menghadiri pertemuan-pertemuan orangtua, dan menjadi relawan dalam kegiatan-kegiatan sekolah.
Kesadaran akan pelibatan keluarga perlu menjadi semangat dalam perancangan kebijakan.
Misalnya, di beberapa negara bagian di Amerika Serikat, program pelibatan publik dan keluarga menjadi salah satu kriteria agar dana pengembangan pendidikan yang diajukan sekolah dapat disetujui.
Sinergi kegiatan belajar di rumah dan di sekolah bertujuan mencari titik temu kegiatan belajar di rumah dan di sekolah.
Sinergi bisa dilakukan dengan dua arah; siswa membawa pekerjaan sekolah untuk dikerjakan di rumah dengan dibantu orangtua, dan guru mengembangkan praktik baik di rumah untuk dilakukan di sekolah.
Ini bisa dilakukan dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bercerita atau menuliskan kegiatannya di rumah, atau orangtua diundang untuk bercerita dan menjadi relawan membaca di sekolah.
Praktik baik di rumah dapat dieksplorasi guru melalui kegiatan kunjungan ke rumah.
Untuk menjalin komunikasi dengan keluarga dan pelaku bisnis serta komunitas pegiat literasi, kapasitas sekolah perlu ditingkatkan.
Sekolah perlu menganalisis kebutuhan keluarga, minat, dan ide-ide mereka tentang pengembangan kegiatan literasi, serta mempertimbangkan kendala mereka dalam berpartisipasi di kegiatan sekolah.
Informasi ini perlu dipertimbangkan dalam menyusun program literasi sekolah.
Pendidik perlu mampu berkomunikasi dengan efektif, memahami bahasa lokal, dan menghargai latar belakang budaya keluarga.
Untuk melibatkan alumni, pelaku bisnis, dan komunitas pegiat literasi, sekolah perlu membangun sistem informasi tentang jejaring potensial dan selalu memublikasikan kegiatan literasi sekolah pada jejaring sosial.
Apabila perlu, sekolah dapat menugaskan liaison untuk menjalin relasi dengan pihak eksternal sekolah.
Kebijakan pendidikan perlu lebih memotivasi sekolah untuk melibatkan keluarga dan publik secara lebih kreatif.
Tentunya, upaya-upaya sinergis yang sudah berjalan perlu diapresiasi, dijadikan model, dan dikembangkan dengan lebih baik lagi.
Gerakan literasi sekolah tidak akan berlangsung dengan efektif tanpa dukungan masif dari publik.
Sumber: mediaindonesia.com /21 Maret 2016

Pemda Butuh Panduan Literasi

Surabaya (Dikdasmen): Pemerintah daerah (kabupaten/kota, dan provinsi, red) membutuhkan panduan umum literasi. Demikian salah satu butir pidato Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Hamid Muhammad, kepada seluruh peserta Semiloka Literasi Sekolah di Hotel Swiss Belinn, Surabaya. 
Literasi atau melek baca, merupakan pengejawantahan dari salah satu amanah dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 (Permendikbud No 23) tentang Penumbuhan Budi Pekerti, yaitu penggunaan 15 menit sebelum hari pembelajaran untuk membaca buku selain buku mata pelajaran (setiap hari), yang masuk dalam kategori pengembangan potensi diri peserta didik secara utuh.
“Di beberapa tempat, itu masih ada yang minta petunjuk pelaksanaan literasi. Demikian juga Kadisnya, yang ditanya adalah soal pedoman (panduan) dari Dirjen untuk menindaklanjuti soal gerakan penumbuhan budi pekerti,” ujar Hamid, Selasa, (24/11).
Saat menerima permintaan itu, Hamid mengatakan bahwa isi Permendikbud No 23 sudah cukup jelas untuk menjelaskan literasi. Hamid mencontohkan Kota Surabaya yang sudah menerapkan program literasi dan kini dikenal sebagai Kota Literasi.
“Jawabannya, di sini kami tidak bisa menganggarkan kegiatan literasi di APBD kalau tidak ada juklak dan juknisnya (pedoman, red),” cerita Hamid tentang perjalanan dinasnya di Kabupaten Kaur, Provinsi Bengkulu.
Berangkat dari itu, dan menyadari sebagian pemerintah daerah akan mengalami hal yang sama, Hamid segera bergerak cepat dan berinisiatif menyelenggarkan kegiatan Semiloka Literasi Sekolah. “Jadi di sana itu ada sekat-sekat birokrasi yang menghambat,” tegasnya.*
M. Adib Minanurohim

Rabu, 16 Maret 2016

Perangkat Lunak (Software) Komputer

Pengertian Software (perangkat lunak) KomputerNama lain dari Software adalah perangkat lunak. Karena disebut juga sebagai perangkat lunak, maka sifatnya pun berbeda dengan hardware atau perangkat keras, jika perangkat keras adalah komponen yang nyata yang dapat diliat dan disentuh oleh secara langsung manusia, maka software atau Perangkat lunak tidak dapat disentuh dan dilihat secara fisik, software memang tidak tampak secara fisik dan tidak berwujud benda namun  bisa untuk dioperasikan.
Pengertian Software komputer adalah sekumpulan data elektronik yang disimpan dan diatur oleh komputer, data elektronik yang disimpan oleh komputer itu dapat berupa program atau instruksi yang akan menjalankan suatu perintah. Melalui sofware atau perangkat lunak inilah suatu komputer dapat menjalankan suatu perintah

Perangkat Keras (Hardware) Komputer



Perangkat Keras Komputer (Hardware) Pengertian dan Fungsi - Perangkat keras komputer atau hardware adalah perangkat pada komputer yang berbentuk fisik (dapat disentuh). Perangkat komputer sendiri dibedakan menjadi dua yaitu perangkat keras dan perangkat lunak istilah asingnya yaitu Hardware (perangkat keras) dan Software (Perangkat lunak). Hardware sendiri berfungsi dengan baik dikarenakan adanya software sebagai sistem yang menjalankanya.
Agar proses pembelajaran mengenai komputer lebih terarah adapun pengelompokan harware agar lebih mudah sesuai dengan fungsinya pada komputer. Berikut ini pengelompokan perangkat keras komputer agar lebih mudah dipahami:

Keuntungan Ujian Berbasis Online



Smknuradja.sch.id, Indramayu. Ujian Sekolah di SMK NU RAUDLATUL MUTA'ALLIMIN (SMK NU RADJA) yang akan datang sangat berbeda, pasalnya pelaksanaan ujiannya menggunakan sistem online. Ya, kenapa tidak...? Ujian Online bertujuan untuk meningkatkan fleksibilitas, mengurangi kendala ujian seperti kebocoran soal, memperlancar proses pengadaan ujian, mempersingkat waktu pengerjaan soal karena siswa tak perlu lagi menghabiskan waktu untuk membulatkan lembar jawaban komputer.